1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (4/6)
Muhammad Husain Haekal
Apabila negara-negara yang sudah tinggi kebudayaannya pada
zaman kita sekarang ini mendirikan rumah-rumah sakit,
lembaga-lembaga sosial dan amal untuk menolong fakir-miskin,
atas nama kasih sayang dan kemanusiaan, maka didirikannya
lembaga-lembaga itu karena didorong oleh rasa persaudaraan
serta rasa cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat yang
diterimanya, sungguh ini suatu pikiran yang lebih tinggi dan
lebih tepat memberikan kebahagiaan kepada seluruh umat
manusia, seperti dalam firman Tuhan:
"Dengan kenikmatan yang telah diberikan Allah kepadamu,
carilah kebahagiaan akhirat, tapi jangan kaulupakan nasibmu
dalam dunia ini. Berbuatlah kebaikan (kepada orang lain)
seperti Tuhan telah berbuat kebaikan kepadamu, dan jangan
engkau berbuat bencana di muka bumi ini. Allah sungguh tidak
mencintai orang-orang yang berbuat bencana." (Qur'an, 28: 77)
Persaudaraan insani ini akan menambah rasa cinta manusia satu
sama lain. Dalam Islam, rasa cinta demikian ini tidak
seharusnya akan terhenti pada batas-batas tanah air tertentu,
atau hanya terbatas pada salah satu benua. Yang seharusnya
bahkan tidak boleh mengenal batas samasekali.
Oleh karena itu, dari seluruh pelosok bumi manusia harus
saling mengenal, supaya satu sama lain dapat menambah rasa
cinta kepada Allah, dan rasa cinta ini akan menambah tebal
iman mereka kepada Allah. Untuk mencapai itu manusia dari
segenap penjuru bumi harus berkumpul dalam satu irama yang
sama, tanpa diskriminasi, dan tempat berkumpul yang terbaik
untuk itu ialah di tempat memancarnya cinta ini. Dan tempat
itu ialah Baitullah di Mekah, dan inilah yang disebut ibadah
haji. Orang-orang beriman tatkala berkumpul disana, tatkala
mereka melaksanakan segala upacara, mereka menempuh cara hidup
yang luhur sebagai teladan iman kepada Allah, dengan niat yang
ikhlas menghadapkan diri kepadaNya.
"Musim haji itu ialah dalam beberapa bulan yang sudah
ditentukan. Barangsiapa sudah membulatkan niat selama
bulan-bulan itu hendak menunaikan ibadah haji, maka tidak
boleh ada suatu percakapan kotor, perbuatan jahat dan
berbantah-bantahan selama dalam mengerjakan haji. Segala
perbuatan baik yang kamu lakukan, Tuhan mengetahuinya. Bawalah
perbekalanmu, dan perbekalan yang paling baik ialah menjaga
diri dari perbuatan hina. Patuhilah Aku, wahai orang-orang
yang berpikiran sehat." (Qur'an. 2: 197)
Di dataran tinggi ini, di tempat orang-orang beriman
menunaikan ibadah haji untuk saling berkenalan, untuk saling
mempererat tali persaudaraan, dan tali persaudaraan ini akan
lebih memperkuat iman di tempat ini - segala perbedaan dan
diskriminasi yang bagaimanapun di kalangan orang-orang beriman
itu harus hilang. Mereka harus merasa, bahwa dihadapan Tuhan
mereka itu sama. Mereka menghadapkan seluruh hati sanubarinya
untuk mernenuhi panggilan Tuhan, benar-benar beriman akan
keesaanNya, bersyukur akan nikrnat yang telah diberikanNya.
Rasanya tak ada kenikmatan yang lebih besar daripada nikmat
iman akan keagungan Tuhan, sumber segala kebahagiaan.
Dihadapan cahaya iman serupa ini, segala angan-angan kosong
tentang hidup akan sirna, segala kebanggaan dan kecongkakan
karena harta, karena turunan, karena kedudukan dan kekuasaan
akan lenyap. Dan karena cahaya iman itu juga, maka manusia
akan dapat menyadari arti kebenaran, kebaikan dan keindahan
yang ada dalam dunia ini, akan dapat memahami undang-undang
Tuhan yang abadi, dalam semesta alam ini, yang takkan pernah
berubah dan berganti. Suatu pertemuan umum yang luas ini telah
dapat melaksanakan arti persaudaraan dan persamaan semua orang
beriman dalam bentuknya yang paling luas, luhur dan bersih.
Inilah ketentuan-ketentuan dan kaidah-kaidah Islam seperti
yang diwahyukan kepada Muhammad 'alaihissalam. Ini terrnasuk
prinsip-prinsip iman seperti sudah kita lihat dalam ayat-ayat
yang kita kutip tadi, dan sebagai prinsip-prinsip kehidupan
rohani Islam. Sesudah semua kita lihat, akan mudah sekal kita
menilai, norrna-norma etika apa yang harus kita terapkan atas
dasar itu. Norma-norma ini memang sungguh luhur sekali, yang
memang belum ada tandingannya dalam kebudayaan mana pun atau
dalam zaman apa pun. Apa yang akan membawa manusia untuk
mencapai kesempurnaannya bila saja ia dapat melatih diri
sebagaimana mestinya, oleh Qur'an sudah dirumuskan, bukan
hanya dalam satu surah saja hal ini disebutkan, bahkan
disana-sini juga disebut. Begitu salah satu surah kita baca,
kita sudah dibawa ke puncak yang lebih tinggi, yang belum
dicapai oleh suatu kebudayaan sebelum itu, juga tidak mungkin
akan dicapai oleh kebudayaan yang sesudah itu. Untuk
mengetahui betapa agungnya klimaks yang telah dicapai itu
cukup kita lihat misalnya adat sopan santun atas dasar rohani
ini yang bersumberkan keimanan kepada Allah serta latihan
mental dan hati kita atas dasar tersebut, tanpa orang melihat
akan mencari keuntungan materi di balik sernua itu.
Dalam berbagai zaman dan bangsa, penulis-penulis sudah sering
sekali melukiskan gambar Manusia Sempurna - atau Superman.
Penyair-penyair, para pengarang, filsuf-filsuf dan
penulis-penulis drama, sejak zaman dahulu mereka sudah pernah
melukiskan gambaran ini, dan sampai sekarang masih terus
melukiskan. Tetapi sungguhpun demikian, tidak akan ada sebuah
gambaran manusia sempurna yang dilukiskan begitu cemerlang dan
unik seperti disebutkan dalam rangkaian Surah al-Isra' (17).
Ini baru sebagian saja hikmah yang diwahyukan Allah kepada
Rasul, bukan dimaksudkan untuk melukiskan Manusia Sempurna
melainkan untuk mengingatkan manusia tentang beberapa
kewajiban. Dalam hal ini firman Allah:
"Dan Tuhanmu sudah memerintahkan, jangan ada yang kamu sembah
selain Dia dan supaya berbuat baik kepada ibu-bapa. Jika salah
seorang dari keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, janganlah kamu mengucapkan kata "ah"
kepada mereka dan jangan pula kamu membentak mereka, tapi
ucapkanlah dengan kata-kata yang mulia kepada mereka (93). Dan
rendahkanlah harimu dengan penuh kesayangan kepada mereka, dan
doakan: 'Ya Allah, beri rahmatlah kepada mereka berdua,
seperti kasih-sayang mereka mendidikku sewaktu aku kecil' (24)
Tuhan kamu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu. Kalau
kamu orang-orang yang berguna. Dia Maha Pengampun kepada
mereka yang mau bertaubat (25). Berikanlah kepada keluarga
yang dekat itu bagiannya, begitu juga kepada orang-orang
miskin dan orang dalam perjalanan. Tetapi jangan kamu
hambur-hamburkan secara boros (26). Pemboros-pemboros itu
sungguh golongan setan, sedang setan sungguh ingkar kepada
Tuhan (27). Dan jika kamu berpaling dari mereka karena hendak
mencari kurnia Tuhan yang kauharapkan, katakanlah kepada
mereka dengan kata-kata yang lemah lembut (28). Jangan
kaujadikan tanganmu terbelenggu ke kuduk, dan jangan pula
engkau terlalu mengulurkannya, supaya engkau tidak jadi
tercela dan menyesal (29). Sesungguhnya Tuhan melimpahkan
rejeki kepada siapa saja dan menentukan ukurannya. Dia Maha
mengetahui akan hamba-hambaNya (30). Dan jangan kamu membunuhi
anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami yang memberi rejeki
mereka, juga rejeki kamu: sebab membunuh mereka suatu
kesalahan besar (31). Janganlah kamu mendekati perjinahan,
sebab perbuatan itu sungguh keji, dan cara yang sangat buruk
(32). Janganlah kamu menghilangkan nyawa orang yang sudah
dilarang Tuhan, kecuali atas dasar yang benar. Dan barangsiapa
dibunuh tidak pada tempatnya, maka kepada penggantinya telah
kami berikan kekuasaan; tetapi janganlah dia membunuh dengan
melanggar batas karena dia pun (yang dibunuh) mendapat
pertolongan (33). Harta anak yatim jangan kamu dekati, kecuali
dengan cara yang baik sekali - sampai dia dewasa. Dan
penuhilah janji itu, sebab setiap janji menghendaki
tanggungjawab (34). Jagalah sukatanmu bila kamu menakar,
penuhilah dan timbanglah dengan timbangan yang jujur. Itulah
cara yang baik dan akan lebih baik sekali kesudahannya (35).
Dan janganlah engkau mencampuri persoalan yang tidak
kauketahui; sebab segala pendengaran, penglihatan dan isi hati
orang, semua itu akan dimintai pertanggunganjawaban (36). Juga
janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan congkak, sebab
engkau tidak akan dapat menembus bumi ini, juga tidak akan
sampai setinggi gunung (37). Semua itu suatu kejahatan yang
dalam pandangan Tuhan sangat buruk sekali." (38) (Qur'an, 17:
23 - 38)
Sungguh ini suatu budi pekerti yang luhur, suatu integritas
moral yang sempurna sekali! Setiap ayat yang tersebut ini akan
membuat pembaca jadi tertegun membacanya, ia akan
mengagungkannya melihat susunan yang begitu kuat, begitu
indah, dengan daya tarik kata-katanya, artinya yang sangat
luhur serta cara melukiskannya yang sudah merupakan suatu
mujizat.3 Sayang sekali disini tempatnya tidak mengijinkan
kita menyatakan rasa kekaguman itu! Ya, bagaimana akan
mungkin, sedang untuk membicarakan keenam belas ayat itu saja
seharusnya diperlukan sebuah buku tersendiri yang cukup besar!
Kalau kita mau membawakan satu segi saja dari budi-pekerti dan
pendidikan akhlak yang terdapat dalam Qur'an, tentunya
bidangnya akan luas sekali, yang tidak mungkin dapat ditampung
dalam penutup buku ini. Cukup kiranya kalau kita sebutkan,
bahwa tidak ada sebuah buku pun yang pernah memberikan
dorongan begitu besar kepada orang supaya melakukan kebaikan,
seperti yang diberikan oleh Qur'an itu. Tidak ada buku yang
begitu agung mengangkat martabat manusia seperti yang
diperlihatkan Qur'an. Juga yang bicara tentang perbuatan baik
dan kasih-sayang, tentang persaudaraan dan cinta-kasih,
tentang tolong-menolong dan keserasian, tentang kedermawanan
dan kemurahan hati, tentang kesetiaan dan menunaikan amanat,
tentang kehersihan dan ketulusan hati, keadilan dan sifat
pemaat, kesabaran, ketabahan, kerendahan hati dan dorongan
melakukan perbuatan terhormat, berbakti dan mencegah
melakukan perbuatan jahat, dengan i'jaz4 (mujizat) yang tak
ada taranya dalam menyajikan seperti yang dikemukakan oleh
Qur'an itu. Tak ada buku melarang sikap lemah dan pengecut,
sifat egoisma dan dengki, kebencian dan kezaliman, berdusta
dan mengumpat, pemborosan, kekikiran, tuduhan palsu dan
perkataan buruk, permusuhan, perusakan, tipu-muslihat,
pengkhianatan dan segala sifat dan perbuatan hina dan mungkar
- seperti yang dilarang oleh Qur'an, dengan begitu kuat,
meyakinkan, dengan i'jaz (mujizat), yang diturunkan dalam
wahyu kepada Nabi berbangsa Arab itu. Tiada sebuah surah pun
yang kita baca, yang tidak akan memberi anjuran yang mendorong
kita melakukan perbuatan baik, menganjurkan kita berbakti dan
mencegah kita melakukan perbuatan jahat. Dianjurkannya orang
mencapai kesempurnaan yang akan membawa kepada kehidupan harga
diri dan budipekerti yang luhur. Kita dengarkan Qur'an
mengenai toleransi:
"Tangkislah kejahatan itu dengan cara yang sebaik-baiknya.
Kami mengetahui apa yang mereka sebutkan." (Qur'an, 23: 96)
"Kebaikan dan kejahatan itu tidak sama. Tangkislah (kejahatan)
itu dengan cara yang sebaik-baiknya, sehingga orang yang
tadinya bermusuhan dengan engkau, akan menjadi sahabat yang
akrab sekali." (Qur'an, 41: 34)
Tetapi toleransi yang dianjurkan Qur'an ini tidak mendorong
orang bersikap lemah, melainkan menyuruh orang supaya berwatak
terhormat (nobility of character), selalu berlumba untuk
kebaikan dan menjauhkan diri dari segala kehinaan:
"Apabila ada orang memberi salam penghormatan kepadamu,
balaslah dengan cara yang lebih baik, atau (setidak-tidaknya)
dengan yang serupa." (Qur'an, 4: 86)
"Dan kalau kamu mengadakan (pukulan) pembalasan, balaslah
seperti yang mereka lakukan terhadap kamu. Tetapi kalau kamu
tabah hati, itulah yang paling baik bagi mereka yang berhati
tabah (sabar)." (Qur'an, 16: 126)
Dan ini jelas sekali, bahwa toleransi yang dianjurkan itu
ialah dalam arti yang terhormat, tanpa bersikap lemah
samasekali, melainkan sepenuhnya sikap yang disertai harga
diri.
Toleransi yang dianjurkan oleh Qur'an dengan cara yang
terhormat ini dasarnya ialah persaudaraan, yang oleh Islam
dijadikan tiang kebudayaan, dan yang dimaksud pula menjadi
persaudaraan antar-manusia di seluruh jagat. Corak
persaudaraan Islam ini ialah yang terjalin dalam keadilan dan
kasih-sayang tanpa suatu sikap lemah dan menyerah.
Persaudaraan atas dasar persamaan dalam hak, dalam kebaikan
dan kebenaran tanpa terpengaruh oleh untung-rugi kehidupan
duniawi, sekalipun mereka dalam kekurangan. Mereka ini lebih
takut kepada Allah daripada kepada yang lain. Mereka ini
orang-orang yang punya harga diri. Sungguhpun begitu mereka
sangat rendah hati. Mereka orang-orang yang dapat dipercaya,
yang menepati janji bila mereka berjanji, orang-orang yang
sabar dan tabah dalam menghadapi kesulitan, yang apabila
mendapat musibah, mereka berkata: Inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun - 'Kami kepunyaan Allah dan kepadaNya juga kami
kembali.' Tak ada yang membuang muka dan berjalan di muka bumi
dengan sikap congkak. Tuhan menjauhkan mereka dari sifat
serakah dan kikir, tiada berkata dusta, terhadap Tuhan dan
kepada sesamanya. Mereka tidak mau menyebarkan perbuatan keji
di kalangan orang-orang beriman, mereka menjauhkan diri dari
segala dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila
mereka marah, mereka segera meminta maaf. Mereka dapat menahan
amarah dan dapat pula memaafkan orang lain. Sedapat mungkin
mereka menghindarkan prasangka, mereka tidak mau saling
memata-matai atau saling menggunjing dari belakang. Mereka
tidak boleh memakan harta sesamanya dengan cara yang tidak
sah, lalu akan membawa perkara itu kepada hakim, supaya mereka
dapat memakan harta orang lain dengan cara dosa itu. Jiwa
mereka dibersihkan dari segala sifat dengki, tipu-menipu,
cakap kosong dan segala perbuatan yang rendah.
Ciri-ciri khas watak dan etika yang menjadi landasan
budi-pekerti dan pendidikan akhlak yang murni itu dasarnya
ialah - seperti yang sudah kita sebutkan - disiplin rohani
seperti yang ditentukan oleh Qur'an dan yang bertalian pula
dengan iman kepada Allah. Inilah soal yang pokok sekali dan
ini pula yang akan menjamin adanya sistem moral dalam jiwa
orang dengan tetap bersih dari segala noda, jauh dari segala
penyusupan yang mungkin akan merusak. Moral yang dasarnya
memperhitungkan untung-rugi segera akan diperbesar selama ia
yakin bahwa kelemahan demikian itu tidak akan menggangu
keuntungannya. Orang yang dasar moralnya memperhitungkan
untung-rugi demikian ini sikap luarnya akan berbeda dengan isi
hati. Keadaannya yang disembunyikan akan berbeda dengan yang
diperlihatkan kepada orang. Ia berpura-pura jujur, tapi tidak
akan segan-segan ia menjadikan itu hanya sebagai tameng untuk
memancing keuntungan. Ia berpura-pura benar, tapi tidak akan
segan-segan ia meninggalkannya kalau dengan meninggalkan itu
ia akan mendapat keuntungan. Orang yang pertimbangan moralnya
demikian ini dalam menghadapi godaan mudah sekali jadi lemah,
mudah sekali terbawa arus nafsu dan tujuan-tujuan tertentu!
Kelemahan ini ialah gejala yang jelas terlihat dalam dunia
kita sekarang. Sudah sering sekali orang mendengar adanya
perbuatan-perbuatan skandal dan korupsi dimana-mana dalam
dunia yang sudah beradab ini. Sebabnya ialah karena kelemahan,
orang lebih mencintai harta dan kedudukan atau kekuasaan
daripada nilai moral yang tinggi dan iman yang sebenarnya.
Tidak sedikit mereka terjerumus masuk ke dalam jurang tragedi
moral dan melakukan kejahatan yang paling keji, kita lihat
pada mulanya mereka pun berakhlak baik, tetapi masih
untung-rugi itu juga yang menjadi dasar moralnya. Tadinya
mereka menganggap bahwa sukses dalam hidup ini bergantung pada
kejujuran. Lalu mereka bersikap jujur karena ingin sukses,
bukan bersikap jujur karena terikat oleh akidahnya -oleh
keyakinan batinnya. Mereka berhenti hanya sampai disitu,
meskipun ini sangat membahayakan dirinya. Tetapi setelah
mereka lihat bahwa mengabaikan masalah kejujuran dalam
peradaban abad kini merupakan salah satu jalan mencapai
sukses, maka kejujuran itu pun mereka abaikan. Yang demikian
ini ada yang tetap tertutup dari mata orang, rahasianya tidak
sampai terbongkar dan akan tetap dipandang terhormat, tetapi
ada juga yang rahasianya terbongkar dan ia tercemar, yang
kadang berakhir dengan bunuh diri.
(bersambung ke bagian 5/6)
Categories:
Sejarah Muhammad SAW








0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen dgn kalimat yg sopan ya..