1. KEBUDAYAAN ISLAM SEPERTI DILUKISKAN QUR'AN (2/6)
Muhammad Husain Haekal
"Bahwasanya dalam penciptaan langit dan bumi, dalam pergantian
malam dan siang, bahtera yang mengarungi lautan membawa apa
yang berguna buat umat manusia, dan apa yang diturunkan Allah
dari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkanNya bumi
yang sudah mati kering, kemudian disebarkanNya di bumi itu
segala jenis hewan, pengisaran angin dan awan yang dikemudikan
dari antara langit dan bumi - adalah tanda-tanda (akan keesaan
dan kebesaran Tuhan) buat mereka yang menggunakan akal
pikiran." (Qur'an, 2: 164)
"Dan sebagai suatu tanda buat mereka, ialah bumi yang mati
kering. Kami hidupkan kembali dan Kami keluarkan dari sana
benih yang sebagian dapat dimakan. Disana Kami adakan
kebun-kebun kurma dan palm dan anggur dan disana pula Kami
pancarkan mata air - supaya dapat mereka makan buahnya. Semua
itu bukan usaha tangan mereka. Kenapa mereka tidak berterima
kasih. Maha Suci Yang telah menciptakan semua yang ditumbuhkan
bumi berpasang-pasangan, dan dalam diri mereka sendiri serta
segala apa yang tiada mereka ketahui. Juga sebagai suatu tanda
buat mereka - ialah malam. Kami lepaskan siang, maka mereka
pun berada dalam kegelapan. Matahari pun beredar menurut
ketetapan yang sudah ditentukan. Itulah ukuran dari Yang Maha
Kuasa dan Maha Tahu. Juga bulan, sudah Kami tentukan
tempat-tempatnya sampai ia kembali lagi seperti mayang yang
sudah tua. Matahari tiada sepatutnya akan mengejar bulan dan
malam pun tiada akan mendahului siang. Masing-masing berjalan
dalam peredarannya. Juga sebagai suatu tanda buat mereka -
ialah turunan mereka yang Kami angkut dalam kapal yang penuh
muatan. Dan buat mereka Kami ciptakan pula yang serupa, yang
dapat mereka kendarai. Kalau Kami kehendaki, Kami karamkan
mereka. Tiada penolong lagi buat mereka, juga mereka tak dapat
diselamatkan. Kecuali dengan rahmat dari Kami dan untuk
memberikan kesenangan hidup sampai pada waktunya." (Qur'an,
36: 33-44.)
Anjuran supaya memperhatikan alam ini, menggali segala
ketentuan dan hukum yang ada di dalam alam ini serta
menjadikannya sebagai pedoman yang akan mengantarkan kita
beriman kepada Penciptanya, sudah beratus kali disebutkan
dalam pelbagai Surah dalam Qur'an. Semuanya ditujukan kepada
tenaga akal pikiran manusia, menyuruh manusia menilainya,
merenungkannya, supaya imannya itu didasarkan kepada akal
pikiran, dan keyakinan yang jelas. Qur'an mengingatkan supaya
jangan menerima begitu saja apa yang ada pada nenek moyangnya,
tanpa memperhatikan, tanpa meneliti lebih jauh serta dengan
keyakinan pribadi akan kebenaran yang dapat dicapainya itu.
Iman demikian inilah yang dianjurkan oleh Islam. Dan ini bukan
iman yang biasa disebut "iman nenek-nenek," melainkan iman
intelektual yang sudah meyakinkan, yang sudah direnungkan
lagi, kemudian dipikirkan matang-matang, sesudah itu, dengan
renungan dan pemikirannya itu ia akan sampai kepada keyakinan
tentang Tuhan Yang Maha Kuasa. Saya rasa tak ada orang yang
sudah dapat merenungkan dengan akal pikiran dan dengan
hatinya, yang tidak akan sampai kepada iman. Setiap ia
merenungkan lebih dalam, berpikir lebih lama dan berusaha
menguasai ruang dan waktu ini serta kesatuan yang terkandung
di dalamnya, yang tiada berkesudahan, dengan anggota-anggota
alam semesta tiada terbatas, yang selalu berputar ini -
sekelumit akan terasa dalam dirinya tentang anggota-anggota
alam itu, yang semuanya berjalan menurut hukum yang sudah
ditentukan dan dengan tujuan yang hanya diketahui oleh
penciptanya. Ia pun akan merasa yakin akan kelemahan dirinya,
akan pengetahuannya yang belum cukup, jika saja ia tidak
segera dibantu dengan kesadarannya tentang alam ini, dibantu
dengan suatu kekuatan diatas kemampuan pancaindera dan
otaknya, yang akan menghubungkannya dengan seluruh anggota
alam, dan yang akan membuat dia menyadari tempatnya sendiri.
Dan kekuatan itu ialah iman.
Jadi iman itu ialah perasaan rohani, yang dirasakan oleh
manusia meliputi dirinya setiap ia mengadakan komunikasi
dengan alam dan hanyut kedalam ketak-terbatasan ruang dan
waktu. Semua makhluk alam ini akan terjelma dalam dirinya.
Maka dilihatnya semua itu berjalan menurut hukum yang sudah
ditentukan, dan dilihatnya pula sedang memuja Tuhan Maha
Pencipta. Ada pun Ia menjelma dalam alam, berhubungan dengan
alam, atau berdiri sendiri dan terpisah, masih merupakan suatu
perdebatan spekulatif yang kosong saja. Mungkin berhasil,
mungkin juga jadi sesat, mungkin menguntungkan dan mungkin
juga merugikan. Disamping itu hal ini tidak pula menambah
pengetahuan kita. Sudah berapa lama penulis-penulis dan
failasuf-failasuf itu satu sama lain berusaha hendak
mengetahui zat Maha Pencipta ini, namun usaha dan daya upaya
mereka itu sia-sia. Dan ada pula yang mengakui, bahwa itu
memang berada di luar jangkauan persepsinya. Kalau memang akal
yang sudah tak mampu mencapai pengertian ini, maka ketidak
mampuannya itu lebih-lebih lagi memperkuat keimanan kita.
Perasaan kita yang meyakinkan tentang adanya Wujud Maha
Tinggi, Yang Maha Mengetahui akan segalanya dan bahwa Dialah
Maha Pencipta, Maha Perencana, segalanya akan kembali
kepadaNya, maka keadaan semacam itu akan sudah meyakinkan
kita, bahwa kita takkan mampu menjangkau zatNya betapa pun
besarnya iman kita kepadaNya itu
Demikian juga, kalau sampai sekarang kita tak dapat menangkap
apa sebenarnya listrik itu meskipun dengan mata kita sendiri
kita melihat bekasnya, begitu juga eter yang tidak kita
ketahui meskipun sudah dapat ditentukan, bahwa gelombangnya
itu dapat inemindahkan suara dan gambar, pengaruh dan bekasnya
itu buat kita sudah cukup untuk mempercayai adanya listrik dan
adanya eter. Alangkah angkuhnya kita, setiap hari kita
menyaksikan keindahan dan kebesaran yang diciptakan Tuhan,
kalau kita masih tidak mau percaya sebelum kita mengetahui
zatNya. Tuhan Yang Maha Transenden jauh di luar jangkauan yang
dapat mereka lukiskan. Kenyataan dalam hidup ialah bahwa
mereka yang mencoba menggambarkan zat Tuhan Yang Maha Suci itu
ialah mereka yang dengan persepsinya sudah tak berdaya
mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi dalam melukiskan apa
yang diatas kehidupan insan. Mereka ingin mengukur alam ini
serta Pencipta alam menurut ukuran kita yang nisbi dan
terbatas sekali dalam batas-batas ilmu kita yang hanya sedikit
itu. Sebaliknya mereka yang sudah benar-benar mencapai ilmu,
akan teringat oleh mereka firman Tuhan ini:
"Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Jawablah: Ruh itu
termasuk urusan Tuhan. Pengetahuan yang diberikan kepada kamu
itu hanya sedikit sekali." (Qur'an, 17: 85)
Kalbu mereka sudah penuh dengan iman kepada Pencipta Ruh dan
Pencipta semesta Alam ini, sesudah itu tidak perlu mereka
menjerumuskan diri ke dalam perdebatan spekulatif yang kosong,
yang takkan memberi hasil, takkan mencapai suatu kesimpulan.
Islam yang dicapai dengan iman dan Islam yang tanpa iman oleh
Qur'an dibedakan:
"Orang-orang Arab badwi itu berkata: 'Kami sudah beriman.'
Katakanlah 'Kamu belum beriman, tapi katakan saja: kami sudah
islam.' Iman itu belum lagi masuk ke dalam hati kamu."
(Qur'an, 49: 14)
Contoh Islam yang demikian ini ialah yang tunduk kepada ajakan
orang karena kehendaknya atau karena takut, karena kagum atau
karena mengkultuskan diluar hati yang mau menurut dan memahami
benar-benar akan ajaran itu sampai ke batas iman.
Yang demikian ini belum mendapat petunjuk Tuhan sampai kepada
iman yang seharusnya dicapai, dengan jalan merenungkan alam
dan mengetahui hukum alam, dan yang dengan renungan dan
pengetahuannya itu ia akan sampai kepada Penciptanya -
melainkan jadi Islam karena suatu keinginan atau karena
nenek-moyangnya memang sudah Islam. Oleh karenanya iman itu
belum merasuk lagi kedalam hatinya, sekalipun dia sudah Islam.
Manusia-manusia Muslim semacam ini ada yang hendak menipu
Tuhan dan menipu orang-orang beriman, tetapi sebenarnya mereka
sudah menipu diri sendiri dengan tiada mereka sadari. Dalam
hati mereka sudah ada penyakit. Maka oleh Tuhan ditambah lagi
penyakit mereka itu. Mereka itulah orang-orang beragama tanpa
iman; islamnya hanya karena didorong oleh suatu keinginan atau
karena takut, sedang jiwanya tetap kerdil, keyakinannya tetap
lemah dan hatinya pun bersedia menyerah kepada kehendak
manusia, menyerah kepada perintahnya. Sebaliknya mereka, yang
keimanannya kepada Allah itu dengan imam yang sungguh-sungguh,
diantarkan oleh akal pikiran dan oleh jantung yang hidup,
dengan jalan merenungkan alam ini, mereka itulah orang yang
beriman. Mereka yang akan menyerahkan persoalannya hanya
kepada Tuhan, mereka itulah orang yang tidak mengenal menyerah
selain kepada Allah. Dengan Islamnya itu mereka tidak memberi
jasa apa-apa kepada orang.
"Tetapi sebenarnya Tuhanlah yang berjasa kepada kamu, karena
kamu telah dibimbingNya kepada keimanan, kalau kamu memang
orang-orang yang benar." (Qur'an, 49: 17)
Jadi barangsiapa menyerahkan diri patuh kepada Allah dan dalam
pada itu melakukan perbuatan baik, mereka tidak perlu merasa
takut, tidak usah bersedih hati. Mereka tidak takut akan
menghadapi hidup miskin atau hina, sebab dengan iman itu
mereka sudah sangat kaya, sangat mendapat kehormatan.
Kehormatan yang ada pada Tuhan dan pada orang-orang beriman.
Jiwa yang rela dan tenteram dengan imannya ini, ia merasa lega
bila selalu ia berusaha hendak mengetahui rahasia-rahasia dan
hukum-hukum alam, yang berarti akan menambah hubungannya
dengan Tuhan. Dan langkah kearah pengetahuan ini ialah dengan
jalan membahas dan merenungkan segala ciptaan Tuhan yang ada
dalam alam ini dengan cara ilmiah seperti dianjurkan oleh
Qur'an dan dipraktekkan pula sungguh-sungguh oleh kaum
Muslimin dahulu, yaitu seperti cara ilmiah yang modern di
Barat sekarang. Hanya saja tujuannya dalam Islam dan dalam
kebudayaan Barat itu berbeda. Dalam Islam tujuannya supaya
manusia membuat hukum Tuhan dalam alam ini menjadi hukumnya
dan peraturannya sendiri, sementara di Barat tujuannya ialah
mencari keuntungan materi dan apa yang ada dalam alam ini.
Dalam Islam tujuan yang pertama sekali ialah 'irfan - mengenal
Tuhan dengan baik, makin dalam 'irfan atau persepsi
(pengenalan) kita makin dalam pula iman kita kepada Tuhan.
Tujuan ini ialah hendak mencapai 'irfan yang baik dari segi
seluruh masyarakat, bukan dari segi pribadi saja. Masalah
integritas rohani bukan suatu masalah pribadi semata. Tak ada
tempat buat orang mengurung diri sebagai suatu masyarakat
tersendiri. Bahkan ia seharusnya menjadi dasar kebudayaan
untuk masyarakat manusia sedunia - dari ujung ke ujung. Oleh
karena itu seharusnya umat manusia berusaha terus demi
integritas (kesempurnaan) rohani itu, yang berarti lebih besar
daripada pengamatannya mengenai hakekat indera (sensibilia).
Persepsi2 mengenai rahasia benda-benda dan hukum-hukum alam
yang hendak mencapai integritas itu lebih besar daripada
persepsi sebagai alat guna mencapai kekuasaan materi atas
benda-benda itu.
Untuk mencapai integritas rohani ini tidak cukup kita
bersandar hanya kepada logika kita saja, malah dengan logika
itu kita harus membukakan jalan buat hati kita dan pikiran
kita untuk sampai ke tingkat tertinggi. Hal ini bisa terjadi
hanya jika manusia mencari pertolongan dari Tuhan,
menghadapkan diri kepadaNya dengan sepenuh hati dan jiwa.
Hanya kepadaNya kita menyembah dan hanya kepadaNya kita
meminta pertolongan, untuk mencapai rahasia-rahasia alam dan
undang-undang kehidupan ini. Inilah yang disebut hubungan
dengan Tuhan, mensyukuri nikmat Tuhan, supaya bertambah kita
mendapat petunjuk akan apa yang belum kita capai, seperti
dalam firman Tuhan:
"Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(katakan) Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
bermohon - apabila dia bermohon kepadaKu. Maka sambutlah
seruanKu dan berimanlah kepadaKu, kalau-kalau mereka
terbimbing ke jalan yang lurus." (Qur'an 2: 186)
"Dan carilah pertolongan Tuhan dengan tabah, dan dengan
menjalankan sembahyang, dan sembahyang itu memang berat,
kecuali bagi orang-orang yang rendah hati-kepada Tuhan.
Orang-orang yang menyadari bahwa mereka akan bertemu dengan
Tuhan dan kepadaNya mereka kembali." (Qur'an 2: 45-46)
Salat ialah suatu bentuk komunikasi dengan Tuhan secara
beriman serta meminta pertolongan kepadaNya. Dengan demikian
yang dimaksudkan dengan salat bukanlah sekadar ruku' dan sujud
saja, membaca ayat-ayat Qu'ran atau mengucapkan takbir dan
ta'zim demi kebesaran Tuhan tanpa mengisi jiwa dan hati
sanubari dengan iman, dengan kekudusan dan keagungan Tuhan.
Tetapi yang dimaksudkan dengan salat atau sembahyang ialah
arti yang terkandung di dalam takbir, dalam pembacaan, dalam
ruku', sujud serta segala keagungan, kekudusan dan iman itu.
Jadi beribadat demikian kepada Tuhan ialah suatu ibadat yang
ikhlas - demi Tuhan Cahaya langit dan bumi.
"Kebaikan itu bukanlah karena kamu menghadapkan muka ke arah
timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang sudah
beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, malaikat-malaikat,
Kitab, dan para nabi serta mengeluarkan harta yang dicintainya
itu untuk kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang terlantar dalam perjalanan, orang-orang yang
meminta, untuk melepaskan perbudakan, mengerjakan sembahyang
dan mengeluarkan zakat, kemudian orang-orang yang suka
memenuhi janji bila berjanji, orang-orang yang tabah hati
dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan dan di waktu
perang. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itu
orang-orang yang dapat memelihara diri." (Qur'an, 2: 177)
Orang mukmin yang benar-benar beriman ialah yang menghadapkan
seluruh kalbunya kepada Allah ketika ia sedang sembahyang,
disaksikan oleh rasa takwa kepadaNya, serta mencari
pertolongan Tuhan dalam menunaikan kewajiban hidupnya. Ia
mencari petunjuk, memohonkan taufik Allah dalam memahami
rahasia dan hukum alam ini.
Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah tengah ia
sembahyang akan merasakannya sendiri, selalu akan merasa,
dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaran
Allah Yang Maha Agung. Apabila kita dalam pesawat terbang
diatas ketinggian seribu atau beberapa ribu meter, kita
melihat gunung-gunung, sungai dan kota-kota sebagai
gejala-gejala kecil di atas bumi. Kita melihatnya terpampang
di depan mata kita seperti jalur-jalur yang tergaris di atas
sebuah peta dan seolah permukaannya sudah rata mendatar tak
ada gunung atau bangunan yang lebih tinggi, tak ada ngarai,
sumur atau sungai yang lebih rendah, warna-warna
sambung-menyambung, saling berkait, tercampur, makin tinggi
kita terbang warna-warna itu makin tercampur. Seluruh bumi
kita ini tidak lebih dari sebuah planet kecil saja. Dalam alam
ini terdapat ribuan tata surya dan planet-planet. Semua itu
tidak lebih dari sejumlah kecil saja dalam ketakterbatasan
seluruh eksistensi ini. Alangkah kecilnya kita, alangkah
lemahnya kcadaan kita berhadapan dengan Pencipta dan Pengurus
wujud ini. KebesaranNya diatas jangkauan pengertian kita!
Dalam kita menghadapkan seluruh kalbu kita dengan penuh ikhlas
kepada Kebesaran Tuhan Yang Maha Suci, kita mengharapkan
pertolongan kepadaNya untuk memberikan kekuatan atas kelemahan
diri kita ini, memberi petunjuk dalam mencari kebenaran -
alangkah wajarnya bila kita dapat melihat persamaan semua
manusia dalam kelemahannya itu, yang dalam berhadapan dengan
Tuhan tak dapat ia memperkuat diri dengan harta dan kekayaan,
selain dengan imannya yang teguh dan tunduk hanya kepada
Allah, berbuat kebaikan dan menjaga diri.
Persamaan yang sesungguhnya dan sempurna ini di hadapan Tuhan
tidak sama dengan persamaan yang biasa disebut-sebut dalam
kebudayaan Barat waktu-waktu belakangan ini, yaitu persamaan
di hadapan hukum. Sudah begitu jauh kebudayaan itu memandang
persamaan, sehingga hampir-hampir pula tidak lagi diakui di
depan hukum. Buat orang-orang tertentu sudah tidak berlaku
lagi untuk menghormatinya. Persamaan di hadapan Tuhan,
persamaan yang kenyataannya dapat kita rasakan dikala
sembahyang, yang dapat kita capai dengan pandangan kita yang
bebas - tidak sama dengan persamaan dalam persaingan untuk
mencari kekayaan, persaingan yang membolehkan orang melakukan
segala tipu-daya dan bermuka-muka, kemudian orang yang lebih
pandai mengelak dan bisa main, ia akan selamat dari kekuasaan
hukum.
Persamaan dihadapan Allah ini menuju kepada persaudaraan yang
sebenarnya, sebab semua orang dapat merasakan bahwa mereka
sebenarnya bersaudara dalam berihadat kepada Allah dan hanya
kepadaNya mereka beribadat. Persaudaraan demikian ini
didasarkan kepada saling penghargaan yang sehat, renungan
serta pandangan yang bebas seperti dianjurkan oleh Qur'an.
Adakah kebebasan, persaudaraan dan persamaan yang lebih besar
daripada umat ini di hadapan Allah, semua menundukkan kepala
kepadaNya, bertakbir, ruku' dan bersujud. Tiada perbedaan
antara satu dengan yang lain - semua mengharapkan pengampunan,
bertaubat, mengharapkan pertolongan. Tak ada perantara antara
mereka itu dengan Tuhan kecuali amalnya yang saleh (perbuatan
baik) serta perbuatan baik yang dapat dilakukannya dan menjaga
diri dari kejahatan. Persaudaraan yang demikian ini dapat
membersihkan hati dari segala noda materi dan menjamin
kebahagiaan manusia, juga akan mengantarkan mereka dalam
memahami hukum Tuhan dalam kosmos ini, sesuai dengan petunjuk
dalam cahaya Tuhan yang telah diberikan kepada mereka.
Tidak semua orang sama kemampuannya dalam melakukan baktinya
sebagaimana diperintahkan Allah. Adakalanya tubuh kita
membebani jiwa kita, sifat materialisma kita dapat menekan
sifat kemanusiaan kita, kalau kita tidak melakukan latihan
rohani secara tetap, tidak menghadapkan kalbu kita kepada
Allah selama dalam salat kita; dan sudah cukup hanya dengan
tatatertib sembahyang, seperti ruku', sujud dan bacaan-bacaan.
Oleh karena itu harus diusahakan sekuat tenaga menghentikan
daya tubuh yang terlampau memberatkan jiwa, sifat materialisma
yang sangat menekan sifat kemanusiaan. Untuk itu Islam telah
mewajibkan puasa sebagai suatu langkah mencapai martabat
kebaktian (takwa) itu seperti dalam firman Tuhan:
"Orang-orang beriman! Kepadamu telah diwajibkan berpuasa,
seperti yang sudah diwajibkan juga kepada mereka yang sebelum
kamu, supaya kamu bertakwa - memelihara diri dari kejahatan."
(Qur'an, 2: 183)
Bertakwa dan berbuat baik (birr) itu sama. Yang berbuat baik
orang yang bertakwa dan yang berbuat baik ialah orang yang
beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab dan
para nabi dan diteruskan dengan ayat yang sudah kita sebutkan.
(bersambung ke bagian 3/6)
Categories:
Sejarah Muhammad SAW








0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen dgn kalimat yg sopan ya..