Sejarah Hidup Rasulullah Muhammad SAW

 
BAGIAN KEDELAPAN BELAS: PERANG KHANDAQ1 DAN BANU QURAIZA
Muhammad Husain Haekal (2/3)
 
"Ka'b, sungguh celaka," katanya kemudian. "Saya datang pada
waktu yang tepat dan membawa tenaga yang tepat pula. Saya
datang membawa Quraisy dan Ghatafan dengan pemimpinpemimpin
dan pemuka-pemuka mereka. Mereka sudah berjanji kepadaku,
bahwa mereka tidak akan beranjak sebelum dapat mengikis habis
Muhammad dan kawan-kawannya itu."
 
Tetapi Ka'b masih juga maju mundur. Disebutnya kejujuran serta
kesetiaan Muhammad kepada perjanjian itu. Ia kuatir akan
akibatnya atas apa yang diminta oleh Huyayy itu. Tetapi Huyayy
masih terus menyebut-nyebut bencana yang dialami orang-orang
Yahudi karena Muhammad itu, dan juga bencana yang akan mereka
alami sendiri nanti bilamana Ahzab tidak berhasil mengikisnya.
Diuraikannya juga kekuatan pihak Ahzab itu serta perlengkapan
dan jumlah orangnya. Yang sekarang masih merintangi mereka
untuk menumpas semua orang-orang Islam dalam sekejap mata itu,
hanyalah parit itu saja. Sekarang Ka'b sudah mulai lunak.
 
"Kalau pasukan Ahzab itu berbalik?" tanyanya kemudian. Di sini
Huyayy memberikan jaminan, bahwa kalau Quraisy dan Ghatafan
sampai kembali dan tidak berhasil menghantam Muhammad ia pun
akan tinggal dalam benteng itu dan akan tetap bersama-sama
dalam seperjuangan. Dalam hati Ka'b nafsu Yahudinya sudah
mulai bergerak-gerak. Permintaan Huyayy itu diterimanya,
perjanjian dengan Muhammad dan kaum Muslimin mulai
dilanggarnya dan ia sudah keluar dari sikap kenetralannya.

Berita-berita penggabungan Quraiza dengan pihak Ahzab itu
sampai juga kepada Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Mereka
sangat terkejut sekali dan kuatir juga akan akibat yang
mungkin terjadi. Muhammad segera mengutus Sa'd b. Mu'adh,
pemimpin Aus dan Sa'd b. 'Ubada, pemimpin Khazraj, disertai
pula oleh Abdullah b. Rawaha dan Khawat b. Jubair dengan
tujuan supaya mempelajari duduk perkara yang sebenarnya.
Bilamana mereka kembali pulang, hendaknya dapat memberikan
isyarat kalau memang hal itu benar, supaya jangan nanti sampai
mematahkan semangat orang.
 
Tetapi sesampainya para utusan itu kesana, mereka melihat
keadaan Quraiza justeru lebih jahat lagi dari apa yang pernah
mereka dengar semula. Diusahakan juga oleh utusan itu supaya
mereka mau menghormati perjanjian yang ada. Tetapi Ka'b
berkata kepada mereka, supaya orang-orang Yahudi Banu Nadzir
dikembalikan ke kampung halaman mereka. Ketika itu Said b.
Mu'adh - yang juga bersahabat baik dengan pihak Quraiza -
mencoba meyakinkan supaya jangan sampai mereka mengalami nasib
seperti yang pernah dialami oleh Banu Nadzir, atau yang lebih
parah lagi dari itu. Pihak Yahudi sekarang mau terus
melancarkan serangan kepada Muhammad a.s.
 
"Siapa Rasulullah itu!?" kata Ka'b. "Kami dengar Muhammad
tidak terikat oleh sesuatu persahabatan atau perjanjian apa
pun!"
 
Kedua belah pihak itu lalu saling adu mulut.
 
Utusan-utusan Muhammad pulang. Mereka melaporkan apa yang
telah mereka saksikan. Bencana besar kini mengancam.
Kekuatiran makin menjadi-jadi. Penduduk Medinah kini melihat
pihak Quraiza telah membukakan jalan bagi Ahzab, yang akan
memasuki kota dan membasmi mereka. Hal ini bukan hanya sekedar
khayal dan ilusi saja. Terbukti Banu Quraiza sekarang sudah
memutuskan segala bantuan dan bahan makanan kepada mereka.
Juga terbukti sekembalinya Huyayy b. Akhtab yang
memberitahukan kepada mereka, bahwa Quraiza telah tergabung
dengan pihak Quraisy dan Ghatafan - jiwa mereka sudah berubah
dan mereka sudah siap-siap melakukan peperangan. Soalnya lagi
pihak Quraiza telah memperpanjang waktu selama sepuluh hari
lagi buat pihak Ahzab guna mengadakan persiapan, asal Ahzab
selama sepuluh hari itu benar-benar mau menyerbu kaum
Muslimin. Dan memang itulah yang mereka lakukan. Mereka telah
menyusun tiga buah pasukan besar guna memerangi Nabi. Sebuah
pasukan dibawah pimpinan Ibn'l-A'war as-Sulami didatangkan
dari jurusan sebelah atas wadi, pasukan yang dipimpin oleh
'Uyayna b. Hishn datang dari sebelah samping, dan pasukan yang
dipimpin oleh Abu Sufyan ditempatkan di jurusan parit. Dalam
peristiwa inilah ayat berikut ini turun:
 
"Tatkala mereka datang kepadamu dari jurusan atas dan bawah,
dan pandangan mata sudah jadi kabur, hati pun naik menyekat di
kerongkongan (sangat gelisah), ketika itu kamu berprasangka
tentang Tuhan, prasangka yang salah belaka. Saat itulah
orang-orang yang beriman mendapat cobaan dan mereka mengalami
keguncangan yang hebat sekali. Dan ingat! ketika orang-orang
munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya itu
berkata: Apa yang dijanjikan Allah dan RasulNya kepada kami
hanyalah tipu daya belaka. Juga ketika ada satu golongan
diantara mereka itu berkata: "Wahai penduduk Yathrib! Tak ada
tempat buat kamu. Kembalilah kamu pulang." Dan ada sebagian
dari mereka itu yang meminta ijin kepada Nabi seraya berkata:
'Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka.' Tetapi sebenarnya
tidak terbuka. Hanya saja mereka itu ingin melarikan diri."
(Qur'an, 33: 10-13)
 
Tetapi buat penduduk Yathrib masih dapat dimaafkan kalau
mereka sampai begitu takut dan hati mereka terguncang
karenanya. Mereka yang masih dapat dimaafkan itu ialah yang
berpendapat: Dulu Muhammad menjanjikan kami, bahwa kami
mendapat harta kekayaan Kisra dan Kaisar Rumawi. Tetapi
sekarang orang sudah merasa tidak aman lagi sekalipun hanya
akan pergi ke kebun. Pandangan mata mereka yang jadi kabur pun
dapat dimaafkan. Demikian juga mereka yang merasa sangat
gelisah dalam ketakutan dapat juga dimaafkan. Bukankah maut
juga yang sekarang sedang menari-nari di depan matanya,
menjilat-jilat menyala keluar dari mata pedang yang di tangan
Quraisy dan Ghatafan, menyusup-nyusup kedalam hati sebagai
ancaman, dan juga yang datang dari rumah-rumah Banu Quraiza
yang berkhianat itu? Sungguh celaka orang-orang Yahudi.
Sungguh patut sekali kalau Muhammad mengikis habis saja Banu
Nadzir itu daripada hanya sekedar membiarkan mereka pergi
dalam keadaan berkecukupan, serta membiarkan Huyayy cs.
menghasut masyarakat dan kabilah-kabilah Arab supaya
menghantam kaum Muslimin. Ya, sungguh suatu bencana besar,
suatu ancaman besar. "Tak ada daya upaya kalau tidak dengan
Allah juga."

Dari segi moril pihak Ahzab sudah merasa begitu tinggi,
sehingga ada beberapa orang ksatria dari Quraisy yang sudah
berani maju kedepan, seperti 'Amr b. 'Abd Wudd, 'Ikrima b. Abi
Jahl dan Dzirar bin'l-Khattab. Mereka langsung menyerbu parit
itu. Mereka menuju ke suatu bagian yang agak sempit. Dipacunya
kuda mereka itu sehingga mereka dapat menyeberangi parit dan
sampai di Sabkha yang terletak antara parit dengan bukit Sal'.
Ketika itu juga Ali b. Abi Talib keluar dengan beberapa orang
dari kalangan Muslimin, terus cepat-cepat merebut sebuah
rongga dalam parit yang telah diserbu oleh pasukan berkuda
mereka. Ketika itu 'Amr b. 'Abd. Wudd memanggil-manggil:
 
"Siapa berani bertanding?!"
 
Setelah ajakannya itu disambut oleh Ali b. Abi Talib, ia
berkata lagi dengan congkak sekali:
 
"Oh kemenakanku ! Aku tidak ingin membunuhmu."
 
"Tapi aku ingin membunuh kau," sahut Ali.
 
Kemudian duel itu terjadi, dan Ali berhasil membunuhnya. Saat
itu juga pasukan berkuda pihak Ahzab lari kucar-kacir,
sehingga mereka terbentur sekali lagi ke dalam parit sambil
lari terus tanpa melihat kekanan-kiri lagi.
 
Tatkala matahari sudah terbenam, ketika itu datang pula Naufal
b. Abdullah bin'l-Mughira dengan menunggang kudanya hendak
menyeberangi parit itu, tapi saat itu juga ia mendapat pukulan
hebat sehingga ia berikut kudanya itu mati dan hancur di
tempat tersebut. Dalam hal ini Abu Sufyan menyampaikan tawaran
hendak menebus mayat kawannya itu dengan seratus ekor unta,
Tetapi itu oleh Nabi a.s. ditolak, seraya berkata:
 
"Ambillah mayat itu. Barang yang kotor tebusannya kotor juga."

Dengan cara yang berlebih-lebihan pihak Ahzab sekarang mulai
lagi hendak mengobarkan api permusuhannya dengan maksud
menakut-nakuti dan melemahkan jiwa kaum Muslimin. Orang-orang
Quraiza yang bersemangat mulai turun dari benteng-benteng dan
kubu-kubu mereka. Mereka memasuki rumah-rumah di Medinah yang
terdekat pada mereka. Maksud mereka mau menakut-nakuti
penduduk.
 
Pada waktu itu Shafia bt. Abd'l-Muttalib sedang berada dalam
Fari', benteng Hassan b. Thabit. Juga Hassan ketika itu disana
dengan kaum wanita dan anak-anak. Waktu itu ada seorang orang
Yahudi yang mundar-mandir sekeliling benteng itu.
 
"Kaulihat bukan?" kata Shafia kepada Hassan, "Orang Yahudi itu
mundar-mandir sekeliling benteng kita. Sungguh aku tidak
mempercayainya. Ia akan menunjukkan rahasia kita kepada pihak
Yahudi. Sedang Rasulullah dan sahabat-sahabat sedang sibuk.
Turunlah kau dan bunuh orang itu."
 
"Semoga Tuhan mengampunimu, Shafia," jawab Hassan. "Engkau
tahu, aku bukan orangnya akan melakukan itu."
 
Mendengar itu Shafia langsung mengambil sebatang tongkat. Ia
turun dari benteng itu dan orang Yahudi tadi dipukulnya Sampai
ia menemui ajalnya.
 
"Hassan, turunlah dan lucuti dia. Sayang dia laki-laki; kalau
tidak aku sendiri yang akan melakukannya."
 
"Shafia, tidak perlu aku melucuti dia," jawab Hassan. Penduduk
Medinah masih dalam ketakutan, hati mereka masih gelisah
selalu. Dalam pada itu yang selalu menjadi pikiran Muhammad
ialah bagaimana caranya mencari jalan keluar. Harus ada suatu
taktik. Dikirimnya utusan kepada pihak Ghatafan dengan
menjanjikan sepertiga hasil buah-buahan Medinah untuk mereka
asal mereka mau pergi meninggalkan tempat itu.

Pihak Ghatafan sendiri sebenarnya sudah mulai jemu. Mereka
sudah memperlihatkan perasaan muak, karena begitu lama mereka
mengadakan pengepungan dengan segala jerih payah yang mereka
hadapi selama itu. Soalnya hanyalah karena mau memenuhi ajakan
Huyayy b, Akhtab dan orang-orang Yahudi yang menjadi
pengikutnya. Di samping itu, Nu'aim b. Mas'ud, dengan perintah
Rasul telah pergi hendak menemui pihak Quraiza, yang ketika
itu belum mengetahui bahwa dia sudah masuk Islam. Pada zaman
jahiliah ia bergaul rapat sekali dengan pihak Quraiza.
Diingatkannya kembali hubungan dan persahabatan mereka masa
dahulu itu. Kemudian disebut-sebutnya juga bahwa mereka telah
mendukung Quraisy dan Ghatafan dalam menghadapi Muhammad,
sedang baik Quraisy maupun Ghatafan mungkin tidak akan tahan
lama tinggal di tempat itu. Kedua kabilah ini tentu akan
berangkat pulang, dan mereka akan ditinggalkan sendirian
menghadapi Muhammad yang tentunya nanti akan menghajar mereka
pula. Oleh karena itu dinasehatinya supaya mereka jangan mau
ikut golongan itu sebelum mendapat jaminan beberapa orang
sebagai sandera dari kedua golongan itu. Dengan demikian
Quraisy dan Ghatafan tidak akan meninggalkan mereka. Quraiza
merasa puas dengan keterangan Nu'aim itu.
 
Selanjutnya ia pergi lagi kepada Quraisy dengan membisikkan,
bahwa sebenarnya pihak Quraiza merasa menyesal sekali atas
tindakannya melanggar perjanjian dengan Muhammad dan bahwa
mereka sekarang berusaha hendak mengambil hatinya dan
mengadakan tali persahabatan lagi dengan jalan hendak
menyerahkan pemimpin-pemimpin Quraisy kepadanya supaya
dibunuh. Oleh karena itu lalu disarankannya, bahwa bilamana
nanti pihak Yahudi mengutus orang meminta jaminan berupa
pemimpin-pemimpin mereka, jangan dikabulkan. Seperti terhadap
Quraisy, kemudian Nu'aim melakukan hal yang sama pula terhadap
Ghatafan. Keterangan Nu'aim ini telah menimbulkan keraguan
dalam hati Quraisy dan Ghatafan.
 
Pemimpin-pemimpin mereka segera berunding. Abu Sufyan lalu
mengutus orang menemui Ka'b, pemimpin Banu Quraiza dengan
pesan: "Kami sudah cukup lama tinggal di tempat dan mengepung
orang itu. Menurut hemat kami besok kamu harus sudah menyerbu
Muhammad dan kami dibelakangmu."
 
Tetapi utusan Abu Sutyan itu kembali dengan membawa jawaban
pemimpin Quraiza: "Besok hari Sabtu, dan pada hari Sabtu itu
kami tidak dapat berperang atau bekerja apa pun."
 
Mendengar itu Abu Sufyan naik pitam. Benar juga kata Nu'aim
kalau begitu. Utusan itu disuruhnya kembali dengan mengatakan
kepada pihak Quraiza: "Cari Sabtu4 lain saja sebagai pengganti
Sabtu besok, sebab besok Muhammad harus sudah diserbu. Kalau
kami sudah mulai menyerang Muhammad sedang kamu tidak ikut
serta dengan kami, maka persekutuan kita dengan sendirinya
bubar, dan kamulah yang akan kami serbu lebih dulu sebelum
Muhammad."
 
Pernyataan Abu Sufyan itu oleh Quraiza tetap dijawab dengan
mengulangi bahwa mereka tidak akan melanggar hari Sabtu. Ada
golongan mereka yang telah mendapat kemurkaan Tuhan karena
telah melanggar hari Sabtu sehingga mereka itu menjadi monyet
dan babi. Kemudian disebutnya juga jaminan yang mereka minta
sebagai sandera, supaya mereka lebih yakin akan perjuangan
mereka itu.
 
Mendengar permintaan semacam itu Abu Sufyan lebih yakin lagi
akan keterangan yang telah diberikan Nu'aim itu. Terpikir
olehnya sekarang apa yang harus diperbuatnya. Ketika hal ini
dibicarakan dengan pihak Ghatafan ternyata mereka juga masih
maju-mundur hendak memerangi Muhammad. Mereka terpengaruh oleh
janji yang pernah diberikan kepada mereka, bahwa sepertiga
hasil buah-buahan kota Medinah nanti untuk mereka, tapi janji
tersebut belum ter]aksana karena masih mendapat tantangan dari
Said b. Mu'adh dan pemuka-pemuka Medinah, baik kalangan Aus
dan Khazraj maupun dari sahabat-sahabat Rasulullah.

Malam harinya angin topan bertiup kencang sekali, disertai
oleh hujan yang turun dengan lebatnya. Bunyi petir
menderu-deru diselingi oleh halilintar yang
sambung-menyambung. Tiba-tiba angin topan itu bertiup kencang
sekali dan kuali-kuali tempat mereka masak terbalik belaka.
Sekarang timbul rasa takut dalam hati. Terbayang oleh mereka
bahwa kaum Muslimin akan mengambil kesempatan ini untuk
menyerang dan menghantam mereka. Ketika itu Tulaiha b.
Khuailid tampil seraya berteriak: "Muhammad telah mendahului
menyerang kita. Selamatkan dirimu ! Selamatkan!"

"Saudara-saudara dari Quraisy," kata Abu Sufyan. "Tidak layak
lagi kita tinggal lama-lama di tempat ini. Pasukan kita yang
terdiri dari kuda dan unta sudah binasa, Banu Quraiza sudah
tidak menepati janjinya lagi dengan kita, bahkan kita
mendengar hal-hal dari mereka yang tidak menyenangkan hati.
Ditambah lagi kita menghadapi angin yang begitu dahsyat. Maka
lebih baik pulang sajalah. Saya pun akan berangkat pulang."
 
Ditengah-tengah angin yang masih bertiup kencang, rombongan
itu berangkat dengan membawa perbekalan seringan mungkin,
diikuti oleh Ghatafan dan kelompok-kelompok lainnya.
 
Keesokan harinya sudah tidak seorang juga yang dijumpai oleh
Muhammad di tempat itu. Ia pun lalu kembali pulang ke Medinah
bersama-sama umat Islam yang lain. Mereka bersama-sama
menyatakan rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan,
karena mereka telah terhindar dari segala mara bahaya,
orang-orang beriman itu tidak sampai terlibat dalam
pertempuran.
 
***
 
Setelah pihak Ahzab berangkat pulang, Muhammad kembali
memikirkan keadaannya. Tuhan telah menyelamatkannya dari musuh
yang selama ini mengancamnya. Tetapi sungguhpun begitu pihak
Yahudi dapat saja mengulang kembali peristiwa semacam itu,
dapat saja mereka mencari kesempatan lain, tidak lagi pada
musim dingin yang begitu dahsyat seperti dalam tahun ini, yang
telah merupakan bantuan Tuhan dalam menghancurkan pihak musuh.
Disamping itu, kalaupun tidak karena Azhab telah pergi, dan
peristiwa perpecahan di pihaknya sendiri telah terjadi,
niscaya Banu Quraiza itu sudah siap-siap pula turun ke
Medinah, akan menghantam dan akan memberikan segala macam
bantuan dalam menghancurkan kaum Muslimin.
 
Jadi, jangan membiarkan ekor ular yang sudah dipotong. Atas
perbuatannya itu Banu Quraiza harus dibasmi. Dalam hal ini
Nabi a.s. memerintahkan supaya diserukan kepada segenap orang,
yakni: Barangsiapa yang tetap setia, bersembahyang Asar supaya
dilakukan di perkampungan Banu Quraiza. Lalu Ali
diberangkatkan lebih dulu dengan membawa bendera ke tempat
itu. Sungguhpun pihak Muslimin sudah begitu payah akibat
pengepungan Quraisy dan Ghatafan yang cukup lama, namun mereka
segera bergegas ke medan perang lagi. Mereka yakin bahwa
mereka akan mendapat kemenangan. Memang benar, bahwa Banu
Quraiza tinggal dalam benteng-benteng yang begitu kukuh
seperti perbentengan Banu Nadzir, tetapi kendatipun
benteng-benteng itu dapat melindungi mereka, namun mereka
tidak akan dapat tahan menghadapi pihak Muslimin. Persediaan
bahan makanan kini berada di tangan penduduk Medinah, setelah
pihak Ahzab meninggalkan tempat tersebut. Oleh karena itu,
pihak Muslimin pun dengan perasaan gembira bergegas pula
berangkat di belakang Ali, menuju ke tempat Banu Quraiza.
 
Ternyata mereka itu - juga Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir
ada di tempat itu - melemparkan kata-kata yang tidak senonoh
dialamatkan kepada Muhammad. Mereka mendustakannya dan
memakinya serta mau mencemarkan nama baik isterinya. Setelah
kekalahan pasukan Ahzab di Medinah, seolah mereka memang sudah
merasakan apa yang akan terjadi terhadap diri mereka.
 
(bersambung ke bagian 3/3)
 
---------------------------------------------

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen dgn kalimat yg sopan ya..

 

Popular Posts

Untuk melihat profil, taruh kursor di atas photoku

Follower

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client