BAGIAN KEDUAPULUH SATU: KHAIBAR DAN UTUSAN KEPADA RAJA-RAJA
Muhammad Husain Haekal (3/4)
Kemudian setelah mendapat ijin dari Nabi ia tampil kedepan dan
mulai mereka saling menyerang sehingga hampir-hampir ia
sendiri dapat dibunuh oleh Marhab. Tetapi pedangnya itu dapat
ditahan dengan perisai oleh Ibn Maslama dan pedang itu
tersangkut dan tertahan. Dengan demikian orang itu dihantam
oleh Muhammad Ibn Maslama sampai menemui ajalnya.
Demikianlah perang antara Yahudi dan Muslimin itu terjadi
sangat seru sekali, ditambah lagi ketahanan benteng-benteng
Yahudi ketika itu memang sangat kuat dan keras.
Sekarang pihak Muslimin mengepung benteng Zubair. Pengepungan
ini tampaknya cukup lama disertai dengan pertempuran yang
sengit pula. Sungguh pun begitu mereka tidak juga berhasil
menaklukkannya. Baru setelah akhirnya saluran air ke benteng
itu diputuskan, pihak Yahudi terpaksa keluar dan dengan
mati-matian mereka memerangi kaum Muslimin sekalipun mereka
itu akhirnya lari juga. Dengan demikian benteng-benteng itu
satu demi satu jatuh ke tangan Muslimin yang berakhir pada
benteng Watih dan Sulalim dalam kelompok perbentengan Katiba,
dua buah benteng terakhir yang kukuh dan kuat.
Sejak itulah perasaan putus-asa mulai merayap ke dalam hati
mereka. Kini mereka minta damai. Semua harta-benda mereka
didalam benteng- benteng asy-Syiqq, Natat dan Katiba
diserahkan kepada Nabi untuk disita, asal nyawa mereka
diselamatkan. Permohonan ini oleh Muhammad diterima.
Dibiarkannya mereka itu tinggal di kampung halaman mereka,
yang menurut hukum penaklukan sudah berada di bawah
kekuasaannya. Mereka akan mendapat separoh hasil buah-buahan
daerah itu sebagai imbalan atas tenaga kerja mereka.
Muhammad memperlakukan Yahudi Khaibar tidak sama seperti
terhadap Yahudi Banu Qainuqa dan Banu Nadzir tatkala mereka
dikosongkan dari kampung halaman itu; sebab dengan jatuhnya
Khaibar ini ia sudah merasa terjamin dari adanya bahaya Yahudi
dan yakin pula bahwa mereka samasekali tidak akan bisa lagi
mengadakan perlawanan. Di sainping itu di Khaibar terdapat
pula beberapa perkebunan, ladang dan kebun-kebun kurma. Semua
ini masih memerlukan tenaga-tenaga ahli yang cukup banyak
untuk mengolahnya dan yang akan dapat pula mengurus pengolahan
itu dengan cara yang sebaik-baiknya. Kendatipun
pengikut-pengikut Medinah terdiri dari penduduk yang bercocok
tanam, tanah mereka pun sangat pula memerlukan tenaga mereka,
namun mengingat, bahwa Nabi juga sangat memerlukan tentara
untuk angkatan perangnya, maka ia tidak suka membiarkan mereka
semua itu dalam bercocok tanam. Dalam pada itu orang-orang
Yahudi Khaibar tetap bekerja meskipun kekuasaan politik mereka
sudah runtuh demikian rupa yang juga mempengaruhi kegiatan
mereka, sehingga dari segi pertanian dan perkebunan pun cepat
sekali Khaibar mengalami kemunduran dan kehancuran; padahal
sudah begitu baik Nabi memperlakukan penduduk daerah itu, di
samping Abdullah b. Rawaha utusan Nabi kepada mereka yang
cukup adil, setiap tahun mengadakan pembagian hasil dengan
mereka. Demikian baiknya Nabi memperlakukan penduduk Yahudi
Khaibar itu sehingga tatkala kaum Muslimin menyerbu mereka,
dan diantara barang-barang rampasan perang itu terdapat juga
ada beberapa buah kitab Taurat, ketika oleh pihak Yahudi
diminta, maka oleh Nabi diperintahkan supaya kitab-kitab itu
diserahkan kembali kepada mereka. Ia tidak sampai berbuat
seperti yang pernah dilakukan oleh pihak Rumawi ketika
menaklukkan Yerusalem. Kitab-kitab suci itu oleh mereka
dibakar dan diinjak-injak dengan telapak kaki. Juga ia tidak
melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh pihak Nasrani
dalam perang menindas kaum Yahudi Andalusia (Spanyol).
Kitab-kitab Taurat itu oleh mereka juga dibakar.
Setelah Yahudi Khaibar minta damai - selama Muslimin mengepung
mereka di perbentengan Watih dan Sulalim, Nabi telah mengutus
orang kepada penduduk Fadak3 dengan maksud supaya mereka mau
menerima ajakannya atau menyerahkan harta-benda mereka.
Mengetahui peristiwa yang sudah terjadi di Khaibar, penduduk
Fadak sudah merasa ketakutan sekali. Persetujuan diadakan
dengan menyerahkan separo harta mereka tanpa pertempuran.
Kalau daerah Khaibar menjadi milik Muslimin karena mereka yang
telah berjuang membebaskannya, maka Fadak untuk Muhammad
karena pihak Muslimin tidak memperolehnya dengan pertempuran.
Selesai semua itu Rasul pun berkemas-kemas hendak kembali ke
Medinah melalui Wadi'l-Qura.4 Akan tetapi pihak Yahudi daerah
ini sudah menyiapkan diri hendak menyerang Muslimin. Dan
pertempuran segera pecah. Tetapi mereka juga terpaksa menyerah
dan minta damai seperti halnya dengan pihak Khaibar.
Sebaliknya golongan Yahudi Taima, mereka bersedia membayar
jizya (pajak) tanpa terjadi peperangan atau pertempuran.
Dengan demikian semua orang Yahudi tunduk kepada kekuasaan
Nabi, dan berakhir pulalah semua kekuasaan mereka di seluruh
jazirah. Dari jurusan utara ke Syam sekarang Muhammad sudah
tidak kuatir lagi, sama halnya seperti dulu, dari jurusan
selatan juga ia sudah tidak kuatir lagi setelah adanya
Perjanjian Hudaibiya.
Dengan habisnya kekuasaan Yahudi itu, maka kebencian pihak
Muslimin - terutama kaum Anshar - terhadap kepada mereka jadi
berkurang sekali. Bahkan mereka menutup mata terhadap beberapa
orang Yahudi yang kembali ke Yathrib. Dan Nabi berdiri
bersama-sama dengan orang-orang Yahudi yang sedang berkabung
terhadap kematian Abdullah b. Ubayy dan menyatakan turut
berdukacita pula kepada anaknya. Kepada Mu'adh b. Jabal pun
dipesannya untuk tidak membujuk orang-orang Yahudi itu dari
agama Yahudinya. Juga pajak jizya tidak dikenakan kepada
orang-orang Yahudi Bahrain meskipun mereka tetap berpegang
pada keyakinan agama mereka. Dengan Yahudi Banu Ghazia dan
Banu 'Aridz dibuat pula persetujuan bahwa mereka akan
memperoleh dhimma (perlindungan) dan kepada mereka dikenakan
pula pajak.
Ringkasnya, pihak Yahudi itu sekarang tunduk kepada kekuasaan
kaum Muslimin. Kedudukan mereka di negeri-negeri Arab sudah
berantakan dan mereka pun terpaksa meninggalkan daerah itu.
Tadinya mereka di tempat itu sebagai golongan yang dipertuan,
sampai selesai mereka itu dikeluarkan, yang menurut satu
pendapat sejak semasa hidup Rasul, pendapat lain mengatakan
setelah Rasul wafat.
Akan tetapi tunduknya penduduk Khaibar dan golongan Yahudi
lainnya di seluruh jazirah itu tidak terjadi sekaligus setelah
mereka jatuh. Bahkan akibat kejatuhan mereka itu hati mereka
masih penuh memikul kebencian dan dendam yang kotor sekali.
Zainab bint'l-Harith isteri Sallam b. Misykam pernah
menyampaikan hadiah daging domba kepada Muhammad - setelah ia
merasa aman dan setelah ada perjanjian perdamaian dengan pihak
Khaibar. Ketika ia dan sahabat-sahabat sedang duduk hendak
memakan daging itu, Nabi 'a.s. mengambil bagian kakinya dan
sudah akan mulai di kunyah, tapi tidak sampai ditelannya.
Dalam pada itu Bisyr bin'l-Bara' yang duduk makan bersama-sama
telah pula mengambil daging itu sekerat. Tapi Bisyr lalu
menelannya sekaligus. Sedang Rasul memuntahkannya kembali
seraya katanya.
"Ada tanda-tanda tulang ini beracun."
Kemudian Zainab dipanggil, dan ia pun mengaku. Lalu katanya:
"Tuan telah mengadakan tindakan terhadap golongan saya seperti
sudah tuan ketahui." Lalu kataku: "Kalau dia seorang raja, aku
sudah lega; kalau dia seorang nabi tentu dia akan diberi
tahu!"
Akibat makan daging itu Bisyr kemudian meninggal dunia.
Dalam hal ini ahli-ahli sejarah masih berbeda pendapat.
Tetapi sebahagian besar menyatakan, bahwa Nabi telah memaafkan
Zainab, dan sangat menghargai sekali alasannya mengingat
malapetaka yang telah menimpa ayah dan suaminya itu. Disamping
itu ada juga yang mengatakan bahwa dia pun dibunuh karena
Bisyr yang telah mati diracun itu.
Sebenarnya perbuatan Zainab itu telah menimbulkan kesan yang
dalam sekali di dalam hati kaum Muslimin. Peristiwa-peristiwa
yang timbul sesudah Khaibar membuat mereka tidak percaya lagi
kepada orang-orang Yahudi. Bahkan mereka kuatir akan segala
akibat tipu muslihat yang akan dilakukan secara perseorangan,
setelah secara massal mereka dapat dihancurkan. Shafia bt.
Huyayy b. Akhtab dari Banu Nadzir termasuk salah seorang
tawanan yang oleh kaum Muslimin diambil dari benteng Khaibar.
Dia isteri Kinana bin'l-Rabi'. Setahu pihak Muslimin, di
tangan Kinana inilah harta-benda Banu Nadzir itu disimpan.
Ketika Nabi menanyakan harta itu kepadanya, ia
bersumpah-sumpah bahwa dia tidak mengetahui tempatnya.
"Kalau kami dapati di tempatmu, mau kamu dibunuh?" tanya
Muhammad.
"Ya," jawab Kinana.
Salah seorang dari mereka ini pernah melihat Kinana sedang
mundar-mandir pada sebuah puing, dan hal ini disampaikan
kepada Nabi. Oleh Nabi diperintahkan supaya puing itu digali
dan dari dalam puing itulah harta simpanan itu dikeluarkan.
Kinana akhirnya dibunuh karena perbuatannya itu.
Sekarang Shafia berada ditangan Muslimin sebagai salah seorang
tawanan perang.
"Shafia adalah ibu Banu Quraidza dan Banu Nadzir. Dia hanya
pantas buat tuan," demikian dikatakan kepada Nabi.
Setelah wanita itu dimerdekakan kemudian ia diperisteri oleh
Nabi seperti biasanya dilakukan oleh orang-orang besar yang
menang perang. Mereka kawin dengan puteri-puteri orang-orang
besar guna mengurangi tekanan karena bencana yang dialaminya
dan memelihara pula kedudukannya yang terhormat.
Kuatir akan timbulnya dendam kepada Rasul dalam hati wanita -
yang baik ayahnya, suaminya atau pun golongannya sudah
terbunuh itu - maka semalaman itu dalam perjalanan pulang dari
Khaibar Abu Ayyub Khalid al-Anshari dengan membawa pedang
terhunus berjaga-jaga di sekitar kemah tempat perkawinan
Muhammad dengan Shafia itu dilangsungkan. Pagi harinya,
setelah Rasul melihatnya, ia ditanya: "Ada apa?"
"Saya kuatir akan keselamatan tuan dari perbuatan wanita itu,"
katanya, "karena ayahnya, suaminya dan golongannya sudah
dibunuh sedang belum selang lama dia masih kafir."
Akan tetapi sampai Muhammad wafat ternyata Shafia sangat setia
kepadanya. Ketika menderita sakit terakhir isteri-isterinya
sedang berada di sekelilingnya, Shafia berkata:
"Ya Nabiullah. Sekiranya saya saja yang menderita sakit ini."
Isteri-isteri Nabi saling mengedipkan mata kepadanya.
"Bersihkan mulutmu," kata Nabi kepada mereka.
"Dari apa ya Nabiullah?" kata mereka pula.
"Dari kedipan matamu kepada teman sejawatmu itu. Demi Allah,
dia sungguh jujur."
Setelah Nabi wafat, Shafia masih mengalami masa khilafat
Mu'awiyah. Pada masa itulah ia meninggal dan dimakamkan di
Baqi'.
***
Sekarang apa yang terjadi dengan para utusan yang telah diutus
oleh Muhammad kepada Heraklius, kepada Kisra, Najasyi dan
raja-raja sekeliling negeri Arab itu? Adakah keberangkatan
mereka itu sebelum perang Khaibar atau mereka turut
mengalaminya juga dan baru kemudian setelah kemenangan berada
di pihak Muslimin mereka berangkat masing-masing menuju
tujuannya? Dalam hal ini pendapat ahli-ahli sejarah masih jauh
sekali berbeda-beda, sehingga sukar sekali kita dapat
mengambil suatu kesimpulan yang lebih pasti. Tetapi menurut
dugaan kami mereka tidak semua berangkat dalam waktu yang
bersamaan; dan keberangkatan mereka ada yang sebelum dan ada
pula yang sesudah Khaibar
Tidak hanya sebuah sumber saja yang menyebutkan, bahwa Dihya
b. Khalifa al-Kalbi pernah mengalami perang Khaibar tetapi dia
juga yang telah pergi membawa surat kepada Heraklius, yang
ketika itu tengah kembali pulang membawa kemenangan setelah ia
berhasil mengalahkan Persia, dan berhasil pula menyelamatkan
Salib Besar yang mereka ambil dari Yerusalem. Dan sudah tiba
pula saatnya ia akan menunaikan nadarnya hendak berziarah ke
Yerusalem dengan berjalan kaki guna mengembalikan salib itu ke
tempatnya semula.
Ketika surat itu disampaikan baginda sudah sampai di kota
Himsh.5 Apakah orang-orangnya sendiri yang menyerahkan surat
itu kepada Heraklius setelah oleh Dihya diserahkan kepada
penguasanya di Bostra, ataukah Dihya yang memimpin rombongan
Arab badui itu - yang setelah di perkenalkan - dia sendiri
yang menyerahkan surat tersebut kepadanya? Juga dalam hal ini
sumber tersebut masih kacau.
Selanjutnya surat itu dibacakan dan diterjemahkan di hadapan
Maharaja. Baginda tidak murka atau geram, juga tidak lalu
merencanakan hendak mengirim angkatan perangnya menyerbu
negeri-negeri Arab. Sebaliknya malah surat itu dibalas dengan
baik sekali. Ini pula agaknya yang menyebabkan beberapa ahli
sejarah salah menduga, dikira baginda telah masuk Islam.
Dalam waktu bersamaan Harith al-Ghassani telah pula
menyampaikan berita kepada Heraklius, bahwa ada seorang utusan
Muhammad datang kepadanya membawa surat. Heraklius melihat isi
surat itu sama seperti yang dikirimkan kepadanya, mengajaknya
memeluk agama Islam. Harith meminta persetujuan baginda hendak
memimpin sendiri sebuah pasukan yang akan menghajar orang yang
mendakwakan diri nabi itu. Akan tetapi menurut Heraklius lebih
baik Harith berada di Yerusalem bila baginda nanti berziarah,
supaya perayaan mengembalikan salib lebih meriah adanya, dan
orang yang menyerukan agama baru itu tak usah dipedulikan.
Tidak terlintas dalam pikirannya, bahwa tidak akan selang
berapa tahun lagi Yerusalem dan Syam itu sudah akan berada
dibawah panji Islam pula, bahwa ibukota Islam akan pindah ke
Damsyik dan bahwa pertentangan antara negeri-negeri Islam
dengan kemaharajaan Rumawi baru menjadi reda setelah
Konstantinopel dalam tahun 1453 dikuasai oleh pihak Turki,
gerejanya yang besar diubah menjadi mesjid, sehingga itu Nabi
yang oleh Heraklius dicoba hendak ditaklukkannya dengan cara
tanpa menghiraukannya, namanya tertulis dalam bangunan itu,
dan selama berabad-abad gereja itu tetap menjadi mesjid,
sampai akhirnya oleh Muslimin Turki ia diubah lagi menjadi
sebuah museum kesenian Rumawi.
(bersambung ke bagian 4/4)
---------------------------------------------
Categories:
Sejarah Muhammad SAW








0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan komen dgn kalimat yg sopan ya..