Mengenal Najis (1/7)






  


  

 


Abu Ubaidah Al-Atsari.  


Sebagai seorang muslim, kita harus menjaga kebersihan, baik kebersihan badan maupun kebersihan lingkungan. Untuk itu, tentunya kita harus mengenal dan memahami najis sebagai faktor utama lawan dari kebersihan itu sendiri. Dalam Islam, dibedakan antara najis dengan kotor. Semua yang najis itu kotor, namun tidak sebaliknya. Berikut uraiannya. Islam merupakan agama yang mencintai kesucian dan kebersihan. Dalam Al-Qur'an dan hadits banyak sekali bertebaran anjuran serta pujian terhadap kesucian dan kebersihan. Di antaranya firman Alloh:


Dan pakaianmu bersihkanlah. (QS. Al-Mudatsir: 4)


Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bertaubat dan inenyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqoroh: 222).
Berbicara tentang kesucian dan kebersihan, maka sudah barang tentu harus mengetahui kebalikannya, yaitu najis. Dari sinilah pentingnya kita mengenal najis.
Bukankah Alloh memerintahkan kita sholat sehari lima waktu dalam keadaan suci dari segala najis?! Akankah kita sebagai seorang muslim merasa acuh tak acuh untuk mempelajari suatu masalah yang tidak lepas dari kehidupan setiap individu muslim sehari-hari?


1 Definisi Najis



Najis
adalah lawan dari thoharoh (suci) yaitu sebuah benda yang dianggap kotor secara syara' (Al-Qur'an dan hadits). 1
Dari defenisi di atas dapat diketahui bahwa najis mempunyai dua sifat utama:
  1. Sebuah benda. Hal ini untuk membedakan najis dengan hadats. Artinya, najis itu harus berupa benda sedangkan hadats tidak harus. Keluar angin (kentut) misalnya, dia termasuk hadats tetapi tidak termasuk najis.
  2. Kotor. Tidak ada barang najis kecuali kotor. Bila dianggap oleh sebagian pihak sebagai barang yang suci, maka akalnya perlu dipertanyakan.
Namun perlu diperhatikan, bahwa najis atau tidaknya suatu benda adalah menurut timbangan dan ukuran syara', yaitu dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang shohih. Bukan akal atau perasaan belaka. Air liur, ingus dan ludah misalnya, menurut kita mungkin barang tersebut kotor dan jijik. Tetapi tidak ada dalil yang menajiskannya. Dengan demikian, maka tidak semua barang yang dianggap kotor oleh manusia berarti najis menurut syara'.

2 Kaidah-Kaidah Berharga Tentang Najis

Sebelum kita mendalami lebih lanjut ke depan tentang perkara-perkara najis, sebaiknya kami uraikan terlebih dahulu beberapa kaidah penting yang berkaitan erat tentang najis sebagai kunci mempelajari masalah ini dengan baik.
  1. Hendaknya setiap muslim benar-benar memahami bahwa asal segala sesuatu adalah suci. Hal ini berdasarkan firman Alloh:
    Dia-lah Alloh, yang menjadikah segala yang ada di bumi untuk kamu (QS. Al-Baqoroh: 29).
    Ayat mulia di atas menunjukkan bahwa asal segala sesuatu dalam urusan dunia adalah boleh dan suci.
  2. Tidak boleh bagi seorang untuk menajiskan suatu barang kecuali berdasarkan dalil. Hal ini sebagaimana firman Alloh:
    Padahal sesungguhnya Alloh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, (QS. Al-An' am: 119).
    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan kedua kaidah di atas dengan pembahasan yang menarik dalam Majmu' Fatawa (21/534-542).
  3. Sesuatu yang najis pasti haram, tapi sesuatu yang haram belum tentu najis. Barang haram tidak mesti najis. Contohnya, ganja, obat-obat memabukkan dan racun hukumnya adalah haram dikonsumsi, tetapi tidak najis untuk disentuh. Tidak ada satu dalilpun yang menyatakan hal itu najis.
    Demikian pula kain sutra dan emas, hukumnya haram dipakai kaum pria tetapi keduanya adalah suci menurut syari'at dan ijma' (kesepakatan). 2 Kaidah ini diperkuat dengan firman Alloh:
    Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, (QS. An-Nisa: 23).
    Seandainya barang haram itu mesti najis, maka para wanita yang tersebut dalam ayat di atas seperti ibu, kakak perempuan dan seterusnya adalah najis! 3 Peganglah kuat-kuat kaidah-kaidah ini karena sangat penting dan bermanfaat sekali!

Catatan Kaki

...1
Al-Fiqhul Al-Islami Wa Adillatuhu (1/149) karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili.
...2
Lihat Subulus Salam (1/76) karya As-Shon'ani.
...3
Lihat Ar-Raudhoh Nadiyyah (1/86) karya Shidiq Hasan Khon.



Dikutip dari majalah Al-Furqon 4/II/1423H hal 25 - 26.

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan komen dgn kalimat yg sopan ya..

 

Popular Posts

Untuk melihat profil, taruh kursor di atas photoku

Follower

Just select text on the page and get instant translation from Google Translate!
Google Translate Client